TUJUAN pembangunan
Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang adil makmur berdasar
Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, pemerintah menyusun berbagai rangkaian program dan kegiatan
pembangunan yang dijabarkan dalam Program Kerja Pemerintah (1 tahun),
Program Pembangunan Jangka Menengah (5 tahun), dan Program Pembangunan
Jangka Panjang (20 tahun). Rangkaian program dan kegiatan pembangunan
dalam masing-masing kurun waktu tersebut mempunyai target-target hasil
pembangunan tertentu sebagai capaian hasil pembangunan yang pada akhir
masing-masing periode atau periode tertentu akan dilakukan evaluasi
hasil pembangunan. Keberhasilan pemerintah dalam mengelola berbagai
program dan kegiatan pembangunan tersebut * Bersambunghal 7 kol 4
tergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengatasi berbagai hambatan
yang muncul dalam pembangunan ekonomi Indonesia (debottlenecking). Upaya
mengatasi berbagai hambatan yang muncul dalam mencapai tujuan
pembangunan Indonesia telah dilakukan pemerintah dengan berbagai
kebijakan dan regulasi. Upaya terakhir yang muncul pada akhir tahun 2011
adalah dengan telah disetujuinya oleh DPR Undang-Undang Pengadaan Tanah
bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (UU PTPKU) yang diajukan
pemerintah. Pihak yang tanahnya digunakan untuk kepentingan umum (ada 18
jenis) akan memperoleh ganti kerugian dari pemerintah berupa uang,
tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain
yang disetujui oleh kedua belah pihak. UU PTPKU ini diharapkan dapat
menjadi solusi masalah yang selama ini dikeluhkan oleh investor, yaitu
masalah ketersediaan tanah untuk investasi. Sehingga permasalahan yang
muncul di berbagai wilayah Indonesia seperti kasus Mesuji tidak terulang
kembali. Menurut Adam Smith (ekonom Klasik), tanah merupakan wadah atau
tempat bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi, sehingga apabila tanah
tersedia terbatas maka kegiatan ekonomi menjadi terhambat. Terhambatnya
kegiatan ekonomi berdampak terhadap upaya memenuhi tujuan pembangunan,
yaitu mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Upaya pemerintah lainnya
adalah dengan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang ada di
pemerintahan. Hal ini berkaitan dengan masalah aparatur dalam birokrasi.
Anekdot yang seringkali didengar adalah ungkapan ìkalau dapat
diperlambat mengapa dipercepatî sebagai lawan dari ungkapan ìkalau dapat
dipercepat mengapa diperlambatî merupakan bukti betapa lambannya
layanan yang dilakukan aparatur pemerintah. Padahal dalam era
desentralisasi fiskal yang sudah berjalan 11 tahun per 1 Januari 2001,
hakikat efisiensi dalam layanan merupakan raison díetre implementasi
desentralisasi fiskal dalam bentuk Standar Layanan Minimal. Reformasi
birokrasi yang berjalan selama ini jangan-jangan telah diartikan sebagai
upaya untuk meningkatkan gaji pegawai negeri semata. Sehingga gaji per
periode waktu tertentu selalu naik tetapi layanan aparatur pemerintah
tetap belum memuaskan, bahkan korupsi yang dilakukan oknum aparatur
pemerintah semakin bertambah. Hal ini terbukti dengan pernyataan Indef
(23/12/2011) bahwa birokrasi telah menggembosi ekonomi Indonesia dan
KPPU (29/11/2011) bahwa aksi suap tetap marak karena lebih kurang 72,3%
kegiatan suap diinisiasi oleh oknum pejabat pemerintah. Upaya pemerintah
yang paling penting adalah dengan menekan kebocoran anggaran dan sisa
anggaran pada tahun yang bersangkutan. Kebocoran anggaran yang
membabi-buta di hampir semua wilayah Indonesia menjadi faktor penyebab
terkontraksinya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan/pembelian/pengadaan
aset tetap berwujud menjadi berkurang. Sehingga berdampak terhadap
kelancaran distribusi dan berpotensi menjadi penyebab kegiatan ekonomi
berbiaya tinggi yang menimbulkan inflasi tinggi. Sisa anggaran pada
akhir tahun yang selalu besar (khususnya belanja modal) pada akhirnya
akan mengurangi pencapaian hasil-hasil pembangunan, seperti pertumbuhan
ekonomi, kesejahteraan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan
sebagainya. Hal ini terjadi pada APBN Tahun Anggaran 2011, di mana
tingkat penyerapan anggaran belanja modal hanya sebesar 85%. Bahkan
disebutkan sampai dengan pertengahan November 2011 masih ada dana
belanja modal sekitar Rp 60 triliun yang belum terserap. Presiden SBY
mengatakan, rendahnya penyerapan anggaran belanja modal pada APBN 2011
berpotensi menghilangkan berbagai peluang ekonomi Indonesia tahun 2011
yang disiapkan untuk menguatkan ekonomi Indonesia tahun 2012 karena
krisis ekonomi di Eropa. (Penulis adalah Dosen Tetap STIE YKPN
Yogyakarta, Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta)-f
sumber : google.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar