Minggu, 22 April 2012

Analisa Pembangunan Ekonomi

TUJUAN pembangunan Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang adil makmur berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah menyusun berbagai rangkaian program dan kegiatan pembangunan yang dijabarkan dalam Program Kerja Pemerintah (1 tahun), Program Pembangunan Jangka Menengah (5 tahun), dan Program Pembangunan Jangka Panjang (20 tahun). Rangkaian program dan kegiatan pembangunan dalam masing-masing kurun waktu tersebut mempunyai target-target hasil pembangunan tertentu sebagai capaian hasil pembangunan yang pada akhir masing-masing periode atau periode tertentu akan dilakukan evaluasi hasil pembangunan. Keberhasilan pemerintah dalam mengelola berbagai program dan kegiatan pembangunan tersebut * Bersambunghal 7 kol 4 tergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengatasi berbagai hambatan yang muncul dalam pembangunan ekonomi Indonesia (debottlenecking). Upaya mengatasi berbagai hambatan yang muncul dalam mencapai tujuan pembangunan Indonesia telah dilakukan pemerintah dengan berbagai kebijakan dan regulasi. Upaya terakhir yang muncul pada akhir tahun 2011 adalah dengan telah disetujuinya oleh DPR Undang-Undang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (UU PTPKU) yang diajukan pemerintah. Pihak yang tanahnya digunakan untuk kepentingan umum (ada 18 jenis) akan memperoleh ganti kerugian dari pemerintah berupa uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. UU PTPKU ini diharapkan dapat menjadi solusi masalah yang selama ini dikeluhkan oleh investor, yaitu masalah ketersediaan tanah untuk investasi. Sehingga permasalahan yang muncul di berbagai wilayah Indonesia seperti kasus Mesuji tidak terulang kembali. Menurut Adam Smith (ekonom Klasik), tanah merupakan wadah atau tempat bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi, sehingga apabila tanah tersedia terbatas maka kegiatan ekonomi menjadi terhambat. Terhambatnya kegiatan ekonomi berdampak terhadap upaya memenuhi tujuan pembangunan, yaitu mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Upaya pemerintah lainnya adalah dengan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang ada di pemerintahan. Hal ini berkaitan dengan masalah aparatur dalam birokrasi. Anekdot yang seringkali didengar adalah ungkapan ìkalau dapat diperlambat mengapa dipercepatî sebagai lawan dari ungkapan ìkalau dapat dipercepat mengapa diperlambatî merupakan bukti betapa lambannya layanan yang dilakukan aparatur pemerintah. Padahal dalam era desentralisasi fiskal yang sudah berjalan 11 tahun per 1 Januari 2001, hakikat efisiensi dalam layanan merupakan raison díetre implementasi desentralisasi fiskal dalam bentuk Standar Layanan Minimal. Reformasi birokrasi yang berjalan selama ini jangan-jangan telah diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan gaji pegawai negeri semata. Sehingga gaji per periode waktu tertentu selalu naik tetapi layanan aparatur pemerintah tetap belum memuaskan, bahkan korupsi yang dilakukan oknum aparatur pemerintah semakin bertambah. Hal ini terbukti dengan pernyataan Indef (23/12/2011) bahwa birokrasi telah menggembosi ekonomi Indonesia dan KPPU (29/11/2011) bahwa aksi suap tetap marak karena lebih kurang 72,3% kegiatan suap diinisiasi oleh oknum pejabat pemerintah. Upaya pemerintah yang paling penting adalah dengan menekan kebocoran anggaran dan sisa anggaran pada tahun yang bersangkutan. Kebocoran anggaran yang membabi-buta di hampir semua wilayah Indonesia menjadi faktor penyebab terkontraksinya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan/pembelian/pengadaan aset tetap berwujud menjadi berkurang. Sehingga berdampak terhadap kelancaran distribusi dan berpotensi menjadi penyebab kegiatan ekonomi berbiaya tinggi yang menimbulkan inflasi tinggi. Sisa anggaran pada akhir tahun yang selalu besar (khususnya belanja modal) pada akhirnya akan mengurangi pencapaian hasil-hasil pembangunan, seperti pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan sebagainya. Hal ini terjadi pada APBN Tahun Anggaran 2011, di mana tingkat penyerapan anggaran belanja modal hanya sebesar 85%. Bahkan disebutkan sampai dengan pertengahan November 2011 masih ada dana belanja modal sekitar Rp 60 triliun yang belum terserap. Presiden SBY mengatakan, rendahnya penyerapan anggaran belanja modal pada APBN 2011 berpotensi menghilangkan berbagai peluang ekonomi Indonesia tahun 2011 yang disiapkan untuk menguatkan ekonomi Indonesia tahun 2012 karena krisis ekonomi di Eropa. (Penulis adalah Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta, Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta)-f 


sumber : google.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar